Yogyakarta: Bakung Putih (
2021)
Copy
BIBTEX
Abstract
Tulisan ini bertujuan mengurai makna dan retorika penciptaan mantra Cenning Rara sebagai salah satu perwujudan sastra lisan suku Bugis di Sulawesi Selatan. Mantra Cenning Rara adalah sejenis ilmu pengasihan, berisi doa-doa pemikat, dipercaya masyarakat Bugis dapat memikat hati lawan jenisnya. Saat ini, mantra tersebut mulai tergerus dan jarang digunakan dengan sejumlah alasan, satu di antaranya terkoptasi oleh nilai-nilai religi yang berkembang belakangan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk (1) mengetahui makna mantra Cenning Rara, serta (2) retorika penciptaan yang mendasarinya berfungsi sebagai mantra pemikat lawan jenis. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, memperoleh data dalam bentuk narasi bukan angka. Objek penelitian ini terdiri dari dua; objek material dalam hal ini hasil transkripsi dan terjemahan mantra Cenning Rara, dan teori semiotika Riffaterre dan formula Albert B. Lord sebagai objek formal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mantra Cenning Rara secara heuristik mengandung makna keterpesonaan terhadap seseorang. Sementara secara hermeneutik, keterpesonaan tersebut diekspresikan tidak berdiri sendiri, tetapi dibarengi unsur-unsur seperti keyakinan, paksaan, dan ancaman; bahwa mantra adalah media yang dapat mengobati sekaligus melukai. Selain itu, retorika penciptaan mantra Cenning Rara melalui formula sebagai sarana penyampaian gagasan, selain dilandasi oleh keyakinan dan kepercayaan—juga didorong oleh kepandaian penutur dalam menciptakan wacana estetik yang ritmis dan puitis.